Kinikesebelas anak "Laskar Pelangi" itu mulai menginjak remaja. Memang menyenangkan, begitu pun yang sedang di rasakan Ikal. Pada saat ia membeli kapur dengan Syahdan di Toko Sinar Harapan, pemasok kapur satu-satunya di Belitong Timur, amat jauh letaknya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mereka sampai di Toko Sinar Harapan. A RESENSI LASKAR PELANGI 1. Identitas Novel Laskar Pelangi Judul : Laskar Pelangi Penulis : Andrea Hirata Penerbit : Bentang Kota Tempat Terbit : Jl. Pandega Padma 19, Yogyakarta Tahun Terbit : Cetakan III, Juli 2007 Tebal halaman : 533 halaman termasuk juga tentang penulis Harga : Rp.69.000,-2. Tujuan Meresensi Novel TEMPOCO, Jakarta - Tidak hanya tentang Belitung dan Laskar Pelangi, Museum Kata yang berlokasi di Desa Gantong, Belitung Timur, juga memajang poster-poster menarik tentang informasi dari seluruh dunia. Mulai dari para tokoh besar beserta kutipan terkenalnya, hingga sejarah dan info menarik dari berbagai negara di seluruh dunia. Berjarak kurang lebih 1 jam dari Bandara Internasional NovelLaskar Pelangi ini mengisahkan tentang kegigihan dan perjuangan anggota Laskar Pelangi dalam menempuh dunia pendidikan dan impian mereka dalam mengejar cita-cita. Selain itu, di dalam Novel ini diceritakan pula perjuangan dua orang guru yang memiliki dedikasi yang sangat tinggi di dalam dunia pendidikan. dari1 c SARAN NOVEL LASKAR PELANGI c BERIKUT BEBERAPA SARAN DARI SAYA, PENGGUNAAN NAMA-NAMA ILMIAH DIKURANGI, AGAR PARA PEMBACA NYAMAN DALAM MEMBACA DAN MEMAHAMI MAKNANYA SERTA MENYEBUTKAN TAHUN DI TIAP-TIAP PERISTIWA YANG TERJADI AGAR TIDAK PEMBUAT PEMBACA BINGUNG DENGAN ALURNYA. Kembali ke atas Dukungan Bantuan / Pertanyaan Umum Aksesibilitas 13Laskar Pelangi sekolah perlahan-lahan runtuh. Aku melepaskan lengan ayahku dari pundakku. Sahara menangis terisak-isak mendekap ibunya karena ia benar-benar ingin sekolah di SD Muhammadiyah. Ia memakai sepatu, kaus kaki, jilbab, dan baju, serta telah punya buku-buku, botol air minum, dan tas punggung yang semuanya baru. Snobisme Laskar Pelangi, dan Tudingan Plagiat. "Orang-orang menemukan bukti lain bahwa Laskar Pelangi merupakan 'plagiat' dari sebuah novel Jepang", demikian Edy Firmansyah menulis dalam "KLAIM SESAT PARA PENUMPANG GELAP" yang dipos di facebooknya pada 27 Januari 2022, lantas saya teringat Harriet Scrope dan Philip Slack. 1 Royalti Novel Pertama Andrea Hirata Mencapai Rp 4 Milyar. Mengawali karir dunia menulis dengan menerbitkan buku berjudul laskar pelangi mampu menjadikan sosoknya dikenal. Setelah novel pertama andrea Hirata lahir, lahirlah buku-buku tetralogi berikutnya. Yaitu berjudul Sang Pemimpin, Edensor dan Maryamah Karpov. LASKARPELANGI Di sekolah SD Muhammadiyah dimana tempat berawalnya Laskar Pelangi, penerimaan murid baru sudah dimulai. Murid 4 Film Laskar Pelangi sepanjang 2 jam 5 menit yang memakan ongkos Rp 8 miliar. 5. Nama Laskar Pelangi adalah sebuah nama pemberian sang guru, Bu Muslimah 6. Sekarang Bu muslimah yang asli mengajar di Sekolah Dasar Negeri 6 Gantong, dan sedang menunggu pensiun. 7. Selama 10 hari pemutaran film itu sudah meraih penjualan 1,1 juta penonton. 8. vPBZ9. andrea hiratalaskar Pelangi Extracted by panglima kumbangBuku ini kupersembahkan untukguruku Ibu Muslimah Hafsari dan Bapak Harfan Effendy Noor, sepuluh sahabat masa kecilku anggota Laskar Pelangi. ሖሗመUcapan Terima Kasih UCAPAN terima kasih kusampaikan kepada Ally, Katja Kochling, Saskia de Rooij, Basuna Hamin, Cindy Riza Stella, Heldy Suliswan Hirata, Yan Sancin, Zaharudin, Roxane, Resval, Gatot Indra, Olan, Hazuan Seman Said, Arizal Artan, Okin di Telkom Jember, dan terutama untuk Mas Gangsar Sukirnoa serta Mbak Suhindrati a. Shinta di Bentang Pustaka.“Saya larut dalam empati yang dalam sekali. Sekiranya novelini difilmkan, akan dapat membangkitkan ruh bangsa yangsedang mati suri.” Ahmad Syafi’I Maarif, mantan Ketua PP Muhammadiyah“Ramuan pengalaman dan imajinasi yang menarik, yangmenjawab inti pertanyaan kita tentang hubunganhubunganantara gagasan sederhana, kendala, dan kualitas pendidikan.” Sapardi Djoko Damono, sastrawan dan guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UI“Cerita Laskar Pelangi sangat inspiratif. Andrea menulissebuah novel yang akan mengobarkan semangat mereka yangselalu dirundung kesulitan dalam menempuh pendidikan.” Arwin Rasyid, Dirut Telkom dan Dosen FEUI.“Inilah cerita yang sangat mengharukan tentang duniapendidikan dengan tokohtokoh manusia sederhana, jujur,tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, takwa,[yang] dituturkan secara indah dan cerdas. Pada dasarnyakemiskinan tidak berkorelasi langsung dengan kebodohanatau kegeniusan. Sebagai penyakit sosial, kemiskinan harusdiperangi dengan metode pendidikan yang tepat guna. Dalamhubungan itu hendaknya semua pihak berpartisipasi aktifsehingga terbangun sebuah monumen kebajikan di tengaharogansi uang & kekuasaan materi.” Korrie Layun Rampan, sastrawan dan Ketua Komisi I DPRD Kutai Barat“Di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentangsekolah yang tak cukup memberi inspirasi dan spirit, makabuku ini adalah pilihan yang menarik. Buku ini ditulis dalamsemangat realis kehidupan sekolah, sebuah dunia taktersentuh, sebuah semangat bersama untuk survive dalamsemangat humanis yang menyentuh.” Garin Nugroho, sineas.“Andrea Hirata memberi kita syair indah tentang keragamandan kekayaan tanah air, sekaligus memberi sebuahpernyataan keras tentang realita politik, ekonomi, dan situasipendidikan kita. Tokohtokoh dalam novel ini membawa sayapada kerinduan menjadi orang Indonesia
. A must read!!!” Riri Riza, sutradara“Sebuah memoar dalam bentuk novel yang sulit dicaritandingannya dalam khazanah kontemporer penulis kita.” Akmal Nasery Basral, jurnalispenulis“Saya sangat mengagumi Novel Laskar Pelangi karya MasAndrea Hirata. Ceritanya berkisah tentang perjuangan duaorang guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam duniapendidikan. [Novel ini menunjukkan pada kita] bahwapendidikan adalah memberi hati kita kepada anakanak,bukan sekadar memberikan instruksi atau komando, danbahwa setia panak memiliki potensi unggul yang akantumbuh menjadi prestasi cemerlang pada masa depan, apabiladiberi kesempatan dan keteladanan oleh orangorang yangmengerti akan makna pendidikan yang sesungguhnya.” Kak Seto, Ketua Komnas Perlindungan Anak“Andrea berhasil menyajikan kenangannya menjadi ceritayang menarik. Apalagi dibalut sejumlah metafora dandeskripsi yang kuat, filmis ketika memotret lanskap danbudaya
.” Majalah Tempo“Novel tentang dunia anakanak yang mencuri memotret fakta pendidikan dan ironi dunia korporasidi tengah komunitas kaum terpinggirkan.” Gerard Arijo Guritno, Majalah Gatra“Secuil potret pendidikan di negara kita yangmemprihatinkan.” Majalah Femina“Seru! Novel ini tidak mengajak pembaca menangisikemiskinan, sebaliknya mengajak kita memandangkemiskinan dengan cara lain.” Koran Tempo“Sebuah kisah tentang anakanak yang luar biasa, yangmampu melahirkan semangat serta kreativitas yang men-cengangkan.” Harian Pikiran Rakyat“Metaforametafora yang ditulis Andrea demikian kuat karenaunik dan orisinal.” Harian Tribun Jabar“Kehadiran novel realis ini membawa angin segar bagikesusastraan Indonesia.” Harian Media Indonesia“Kita akan tertawa, menangis, dan merenung bersama bukuini.” Harian Belitung Pos“Rasa humor yang halus dan luasnya cakrawala pengetahuanAndrea adalah daya tarik utama Laskar pelangi.” Harian Bangka Pos“Gaya bahasa yang mengasyikkan, menantang untuk dibaca.” Harian galamedia“Sebagai penulis pemula, Andrea menakjubkan karenamampu menampilkan deskripsi dengan detail yang kuat.” Tabloid Indago“Ketika membaca Laskar Pelangi, kita seolah menemukangabriel Garcia Marquez, Nicolai Gogol, atau Alan Lightman,sebuah bacaan yang sangat inspiratif dan mampu memberikekuatan.” com“Buku Laskar Pelangi memberiku semangat baru yang takternilai untuk mengajar muridmurid meskipun kami selaludirundung kesusahan demi kesusahan, meskipun dunia takperduli. Buku ini membuatku sangat bangga menjadi seorangguru.” Herni Kusyari, guru SD di daerah terpencil.“Andrea seperti sedang trance, menulis Laskar Pelangi dengankadar emosi demikiankental, bertabur metafora penuhpesona, hanya dalam waktu tiga pekan. ” Rita Achdris, wartawati Majalah GatraSpekulasi tentang trance ketika ia menulis, setiap kata dalamLaskar Pelangi berasal dari dalam hati Andrea. Moralitashubungan antar ibu, anak, guru, dan murid sangat instingtifdan memikat. Sebagai seorang ibu, aku dapat merasakanbuku ini memiliki semacam tenaga telepatik.” Ida Tejawiani, ibu rumah tangga“Yang trance bukan Andrea, tapi pembacanya
.” Fadly Arifin, dikutip dari milis pasar buku“Kekuatan deskripsi Andrea membuatku ingin sekali berjumpadengan setiap anggota Laskar Pelangi. Kekuatan karaktertokohtokohnya membuatku ingin berbuat sesuatu untukmembantu muridmurid cerdas yang miskin. Laskar Pelangiadalah sebuah buku yang sangat menggerakkan hati untukberbuat lebih banyak.” Febi Liana, karyawati di Jakarta, pencinta bukuIsi BukuUcapan Terima KasihBab 1 Sepuluh Murid BaruBab 2 AntediluviumBab 3 InisisasiBab 4 Perempuan-Perempuan PerkasaBab 5 The Tower Of BabelBab 6 GedongBab 7 Zoom OutBab 8 Center Of ExcellenceBab 9 Penyakit Gila No. 5Bab 10 BodengaBab 11 Langit KetujuhBab 12 MaharBab 13 Jam Tangan Plastik MurahanBab 14 Laskar Pelangi dan Orang-Orang SawangBab 15 Euforia Musim HujanBab 16 Puisi Surga dan Kawanan Burung Pelintang PulauBab 17 Ada Cinta di Toko Kelontong Bobrok ItuBab 18 MoranBab 19 Sebuah Kejahatan TerencanaBab 20 Miang SuiBab 21 RinduBab 22 Early Morning BlueBab 23 BillitoniteBab 24 Tuk Bayan TulaBab 25 Rencana BBab 26 Be There or Be Damned!Bab 27 Detik-Detik KebenaranBab 28 Societeit de LimpaiBab 29 Pulau LanunBab 30 Elvis Has Left The BuildingDua belas tahun kemudianBab 31 Zaal BatuBab 32 AgnostikBab 33 AnakronismeBab 34 Gotik“
 and to every action there is always an equal and opposite or contrary, reaction
” Isaac Newton, 1643-1727Bab 1Sepuluh Murid BaruPAGI itu, waktu aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang didepan sebuah kelas. Sebatang pohon filicium1 tua yang riang mene-duhiku. Ayahku duduk di sampingku, memeluk pundakku dengankedua lengannya dan tersenyum mengangguk-angguk pada setiaporangtua dan anak-anaknya yang duduk berderet-deret di bangkupanjang lain di depan kami. Hari itu adalah hari yang agak pentinghari pertama masuk SD. Di ujung bangku-bangku panjang tadi ada sebuah pintu ter-buka. Kosen pintu itu miring karena seluruh bangunan sekolahsudah doyong seolah akan roboh. Di mulut pintu berdiri dua orangguru seperti para penyambut tamu dalam perhelatan. Mereka adalah1 Filicium Filicium decipiens; fern tree; pohon kere/kiara/kerai payung; Ki Sabunpohon yang termasuk familia Sapindaceae, disebut Ki Sabun karena seluruh bagiantubuhnya mengandung saponin atau zat kimia yang menjadi salah satu bahan dasarsabun. Pohon peneduh ini termasuk salah satu pohon yang dapat mengurangi polusiudara sampai 67%.Andrea Hirataseorang bapak tua berwajah sabar, Bapak Harfan Efendy Noor,sang kepala sekolah dan seorang wanita muda berjilbab, Ibu Hafsari atau Bu Mus. Seperti ayahku, mereka berdua juga tersenyum. Namun, senyum Bu Mus adalah senyum getir yang dipaksakankarena tampak jelas beliau sedang cemas. Wajahnya tegang dangerak-geriknya gelisah. Ia berulang kali menghitung jumlah anak-anak yang duduk di bangku panjang. Ia demikian khawatir sehinggatak peduli pada peluh yang mengalir masuk ke pelupuk keringat yang bertimbulan di seputar hidungnya meng-hapus bedak tepung beras yang dikenakannya, membuat wajahnyacoreng moreng seperti pemeran emban bagi permaisuri dalam DulMuluk2, sandiwara kuno kampung kami. “Sembilan orang
 baru sembilan orang Pamanda Guru, masihkurang satu
,” katanya gusar pada bapak kepala sekolah. PakHarfan menatapnya kosong. Aku juga merasa cemas. Aku cemas karena melihat Bu Musyang resah dan karena beban perasaan ayahku menjalar ke sekujurtubuhku. Meskipun beliau begitu ramah pagi ini tapi lengan kasar-nya yang melingkari leherku mengalirkan degup jantung yang tahu beliau sedang gugup dan aku maklum bahwa tak mudahbagi seorang pria beruisa empat puluh tujuh tahun, seorang buruhtambang yang beranak banyak dan bergaji kecil, untuk menyerahkananak laki-lakinya ke sekolah. Lebih mudah menyerahkannya pada2 Dul Muluk sandiwara orang Melayu, dipentaskan seperti ketoprak tapi pakemnyaberbabak-babak, dalam Dul Muluk tak ada unsur musik sebagai bagian daridramatisasi sandiwara. Temanya selalu tentang sesuatu yang berhubungan dengankerajaan. Dul Muluk disebut Demulok dalam dialek Belitong atau sekadar Mulok Murid Barutauke pasar pagi untuk jadi tukang parut atau pada juragan pantaiuntuk menjadi kuli kopra3 agar dapat membantu ekonomi anak berarti mengikatkan diri pada biaya selamabelasan tahun dan hal itu bukan perkara gampang bagi keluarga ka-mi. “Kasihan ayahku
” Maka aku tak sampai hati memandang wajahnya. “Barangkali sebaiknya aku pulang saja, melupakan keinginansekolah, dan mengikuti jejak beberapa abang dan sepupu-sepupuku,menjadi kuli
” Tapi agaknya bukan hanya ayahku yang gentar. Setiap wajahorangtua di depanku mengesankan bahwa mereka tidak sedang du-duk di bangku panjang itu, karena pikiran mereka, seperti pikiranayahku, melayang-layang ke pasar pagi atau ke keramba4 di tepianlaut membayangkan anak lelakinya lebih baik menjadi pesuruh disana. Para orangtua ini sama sekali tak yakin bahwa pendidikananaknya yang hanya mampu mereka biayai paling tinggi sampaiSMP akan dapat mempercerah masa depan keluarga. Pagi ini mere-ka terpaksa berada di sekolah ini untuk menghindarkan diri daricelaan aparat desa karena tak menyekolahkan anak atau sebagaiorang yang terjebak tuntutan zaman baru, tuntutan memerdekakananak dari buta Kopra daging buah kelapa yang dikeringkan untuk membuat minyak Keramba keranjang atau kotak dari bilah bambu untuk membudidayakan ikanyang diletakkan di pinggir pantai, sungai, danau, atau bendungan; atau keranjanguntuk mengangkut ikan, bentuknya lonjong, terbuat dari anyaman bambu dengankerangka kayu, biasanya berlapis ter supaya kedap air. 3Andrea Hirata Aku mengenal para orangtua dan anak-anaknya yang duduk didepanku. Kecuali seorang anak lelaki kecil kotor berambut keritingmerah yang meronta-ronta dari pegangan ayahnya. Ayahnya itu takberalas kaki dan bercelana kain belacu. Aku tak mengenal anakberanak itu. Selebihnya adalah teman baikku. Trapani misalnya, yang dudukdi pangkuan ibunya, atau Kucai yang duduk di samping ayahnya,atau Syahdan yang tak diantar siapa-siapa. Kami bertetangga dan kami adalah orang-orang Melayu Beli-tong dari sebuah komunitas yang paling miskin di pulau itu. Ada-pun sekolah ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampung yangpaling miskin di Belitong. Ada tiga alasan mengapa para orangtuamendaftarkan anaknya di sini. Pertama, karena sekolah Muham-madiyah tidak menetapkan iuran dalam bentuk apa pun, paraorangtua hanya menyumbang sukarela semampu mereka. Kedua,karena firasat, anak-anak mereka dianggap memiliki karakter yangmudah disesatkan iblis sehingga sejak usia muda harus mendapat-kan pendadaran Islam yang tangguh. Ketiga, karena anaknya me-mang tak diterima di sekolah mana pun. Bu Mus yang semakin khawatir memancang pandangannya kejalan raya di seberang lapangan sekolah berharap kalau-kalau masihada pendaftar baru. Kami prihatin melihat harapan hampa itu. Makatidak seperti suasana di SD lain yang penuh kegembiraan ketika me-nerima murid angkatan baru, suasana hari pertama di SD Muham-madiyah penuh dengan kerisauan, dan yang paling risau adalah BuMus dan Pak Harfan. Guru-guru yang sederhana ini berada dalam situasi genting ka-rena Pengawas Sekolah dari Depdikbud Sumsel telah memperingat-4Sepuluh Murid Barukan bahwa jika SD Muhammadiyah hanya mendapat murid barukurang dari sepuluh orang maka sekolah paling tua di Belitong iniharus ditutup. Karena itu sekarang Bu Mus dan Pak Harfan cemassebab sekolah mereka akan tamat riwayatnya, sedangkan paraorangtua cemas karena biaya, dan kami, sembilan anak-anak kecilini—yang terperangkap di tengah—cemas kalau-kalau kami tak jadisekolah. Tahun lalu SD Muhammadiyah hanya mendapatkan sebelassiswa, dan tahun ini Pak Harfan pesimis dapat memenuhi targetsepuluh. Maka diam-diam beliau telah mempersiapkan sebuah pida-to pembubaran sekolah di depan para orangtua murid pada kesem-patan pagi ini. Kenyataan bahwa beliau hanya memerlukan satu sis-wa lagi untuk memenuhi target itu menyebabkan pidato ini akanmenjadi sesuatu yang menyakitkan hati. “Kita tunggu sampai pukul sebelas,” kata Pak Harfan pada BuMus dan seluruh orangtua yang telah pasrah. Suasana hening. Para orangtua mungkin menganggap kekurangan satu muridsebagai pertanda bagi anak-anaknya bahwa mereka memang sebaik-nya didaftarkan pada para juragan saja. Sedangkan aku dan agaknyajuga anak-anak yang lain merasa amat pedih pedih pada orangtuakami yang tak mampu, pedih menyaksikan detik-detik terakhirsebuah sekolah tua yang tutup justru pada hari pertama kami inginsekolah, dan pedih pada niat kuat kami untuk belajar tapi tinggalselangkah lagi harus terhenti hanya karena kekurangan satu menunduk dalam-dalam. Saat itu sudah pukul sebelas kurang lima dan Bu Mus semakingundah. Lima tahun pengabdiannya di sekolah melarat yang amat ia 5Andrea Hiratacintai dan tiga puluh dua tahun pengabdian tanpa pamrih pada PakHarfan, pamannya, akan berakhir di pagi yang sendu ini. “Baru sembilan orang Pamanda Guru...,” ucap Bu Mus bergetarsekali lagi. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ia berulang kali meng-ucapkan hal yang sama yang telah diketahui semua orang. Suaranyaberat selayaknya orang yang tertekan batinnya. Akhirnya, waktu habis karena telah pukul sebelas lewat limadan jumlah murid tak juga genap sepuluh. Semangat besarku untuksekolah perlahan-lahan runtuh. Aku melepaskan lengan ayahku daripundakku. Sahara menangis terisak-isak mendekap ibunya karena iabenar-benar ingin sekolah di SD Muhammadiyah. Ia memakai sepa-tu, kaus kaki, jilbab, dan baju, serta telah punya buku-buku, botol airminum, dan tas punggung yang semuanya baru. Pak Harfan menghampiri orangtua murid dan menyalami me-reka satu per satu. Sebuah pemandangan yang pilu. Para orangtuamenepuk-nepuk bahunya untuk membesarkan hatinya. Mata BuMus berkilauan karena air mata yang menggenang. Pak Harfan ber-diri di depan para orangtua, wajahnya muram. Beliau bersiap-siapmemberikan pidato terakhir. Wajahnya tampak putus asa. Namunketika beliau akan mengucapkan kata pertama Assalamu’alaikumseluruh hadirin terperanjat karena Tripani berteriak sambil menun-juk ke pinggir lapangan rumput luas halaman sekolah itu. “Harun!” Kami serentak menoleh dan di kejauhan tampak seorang priakurus tinggi berjalan terseok-seok. Pakaian dan sisiran rambutnyasangat rapi. Ia berkemeja lengan panjang putih yang dimasukkan kedalam. Kaki dan langkahnya membentuk huruf x sehingga jika ber-jalan seluruh tubuhnya bergoyang-goyang hebat. Seorang wanita6Sepuluh Murid Barugemuk setengah baya yang berseri-seri susah payah itu adalah Harun, pria jenaka sahabat kami semua, yang sudahberusia lima belas tahun dan agak terbelakang mentalnya. Ia sangatgembira dan berjalan cepat setengah berlari tak sabar menghampirikami. Ia tak menghiraukan ibunya yang tercepuk-cepuk5 kewalahanmenggandengnya. Mereka berdua hampir kehabisan napas ketika tiba di depanPak Harfan. “Bapak Guru...,” kata ibunya terengah-engah. “Terimalah Harun, Pak, karena SLB hanya ada di Pulau Bangka,dan kami tak punya biaya untuk menyekolahkannya ke sana. Lagipula lebih baik kutitipkan dia di sekolah ini daripada di rumah iahanya mengejar-ngejar anak-anak ayamku...” Harun tersenyum lebar memamerkan gigi-giginya yang kuningpanjang-panjang. Pak Harfan juga terseyum, beliau melirik Bu Mussambil mengangkat bahunya. “Genap sepuluh orang...,” katanya. Harun telah menyelamatkan kami dan kami pun berdiri tegak merapikan lipatan jilbabnya dan menyandangtasnya dengan gagah, ia tak mau duduk lagi. Bu Mus tersipu. Airmata guru muda ini surut dan ia menyeka keringat di wajahnya yangbelepotan karena bercampur dengan bedak tepung beras. ሖሗመ5 Tercepuk-cepuk istilah daerah untuk menggambarkan cara jalan yang terpincang-pincang/terseok-seok. 7Bab 2AntediluviumIBU Muslimah yang beberapa menit lalu sembap, gelisah, dan co-reng-moreng kini menjelma menjadi sekuntum Crinum tiba-tiba ia mekar sumringah dan posturnya yang jangkungpersis tangkai bunga itu. Kerudungnya juga berwarna bunga crinumdemikian pula bau bajunya, persis crinum yang mirip bau dengan ceria beliau mengatur tempat duduk kami. Bu Mus mendekati setiap orangtua murid di bangku panjangtadi, berdialog sebentar dengan ramah, dan mengabsen kami. Semuatelah masuk ke dalam kelas, telah mendapatkan teman sebangkunya1 Jenis crinum yang paling besar kata giganteum berasal dari kata gigantic yang berartiraksasa. Umumnya setiap bunga crinum mengeluarkan aroma seperti aroma dunia terdapat tidak kurang dari 180 jenis crinum, banyak ahli yang menganggapia masuk dalam familia lily, lebih tepatnya parennial lily, karena warnanya yang putihdan bentuknya yang mirip bunga tersebut. Tapi ada juga ahli yang tidak sependapat,karena jika dilihat dari jenis crinum rawa swamp crinum atau crinum asiaticum yangberacun, penampilannya jauh benar dibanding Hiratamasing-masing, kecuali aku dan anak laki-laki kecil kotor berambutkeriting merah yang tak kukenal tadi. Ia tak bisa tenang. Anak iniberbau hangus seperti karet terbakar. “Anak Pak Cik akan sebangku dengan Lintang,” kata Bu Muspada ayahku. Oh, itulah rupanya namanya, Lintang2, sebuah nama yang aneh. Mendengar keputusan itu Lintang meronta-ronta ingin segeramasuk kelas. Ayahnya berusaha keras menenangkannya, tapi iamemberontak, menepis pegangan ayahnya, melonjak, dan meng-hambur ke dalam kelas mencari bangku kosongnya sendiri. Di bang-ku itu ia seumpama balita yang dinaikkan ke atas tank, girang takalang kepalang, tak mau turun lagi. Ayahnya telah melepaskan belutyang licin itu, dan anaknya baru saja meloncati nasib, merebut pen-didikan. Bu Mus menghampiri ayah Lintang. Pria itu berpotongan seper-ti pohon cemara angin3 yang mati karena disambar petir hitam, me-ranggas, kurus, dan kaku. Beliau adalah seorang nelayan, namunpembukaan wajahnya yang mirip orang Bushman4 adalah raut wajahyang lembut, baik hati, dan menyimpan harap. Beliau pasti termasuk2 Lintang bahasa Jawa, berarti Cemara angin salah satu jenis cemara Casuarina eqnisetifolia yang penampakannyasangat seram, tinggi meranggas, sekeras batu. Entah menanggung karma apa jeniscemara ini karena sering sekali disambar petir, tapi mungkin karena ada unsur medanmagnet di dalamnya. Daunnya jika ditiup angin kadang-kadang berbunyi sepertisiulan, mungkin ini yang menyebabkan orang menamainya cemara angin4 Bushman suku yang hidup di dataran bersemak-semak dan belukar di sabana-sabana Afrika bush dalam bahasa Inggris berarti semak/belukar. Nama itu didapatdari antropolog Peran-cis. Suku ini terangkat pamornya karena film God Must BeCrazy, wajah dan sifat mereka polos dan sebagian besar warga negara Indonesia yang menganggapbahwa pendidikan bukan hak asasi. Tidak seperti kebanyakan nelayan, nada bicaranya pelan. Lalubeliau bercerita pada Bu Mus bahwa kemarin sore kawanan burungpelintang pulau5 mengunjungi pesisir. Burung-burung keramat ituhinggap sebentar di puncak pohon ketapang6 demi menebarpertanda bahwa laut akan diaduk badai. Cuaca cenderung semakinmem-buruk akhir-akhir ini maka hasil melaut tak pernah ia hanya semacam petani penggarap, bukan karena ia takpunya laut, tapi karena ia tak punya perahu. Agaknya selama turun temurun keluarga laki-laki cemara anginitu tak mampu terangkat dari endemik kemiskinan komunitas Mela-yu yang menjadi nelayan. Tahun ini beliau menginginkan perubah-an dan ia memutuskan anak laki-laki tertuanya, Lintang, tak akanmenjadi seperti dirinya. Lintang akan duduk di samping pria kecilberambut ikal yaitu aku, dan ia akan sekolah di sini lalu pulang pergisetiap hari naik sepeda. Jika panggilan nasibnya memang harus men-jadi nelayan maka biarkan jalan kerikil batu merah empat puluhkilometer mematahkan semangatnya. Bau hangus yang kucium taditernyata adalah bau sandal cunghai, yakni sandal yang dibuat dariban mobil, yang aus karena Lintang terlalu jauh mengayuh sepeda. Keluarga Lintang berasal dari Tanjong Kelumpang, desa nunjauh di pinggir laut. Menuju ke sana harus melewati empat kawasan5 Agaknya berada dalam keluarga betet dan bayan–penampilannya seperti itu,selebihnya Ketapang Terminalia catapa pohon besar yang berdaun lebar dan buahnyabertempurung keras. Kulit buahnya dipakai untuk menyamak, kulit dan bijinya dapatdibuat minyak. Pohon ini banyak sekali tumbuh di daerah pinggir laut. 11Andrea Hiratapohon nipah7, tempat berawa-rawa yang dianggap seram di kam-pung kami. Selain itu di sana juga tak jarang buaya sebesar pangkalpohon sagu melintasi jalan. Kampung pesisir itu secara geografisdapat di-katakan sebagai wilayah paling timur di Sumatra, daerahminus nun jauh masuk ke pedalaman Pulau Belitong. Bagi Lintang,kota kecamatan, tempat sekolah kami ini, adalah metropolitan yangharus ditempuh dengan sepeda sejak subuh. Ah! Anak sekecil itu
 Ketika aku menyusul Lintang ke dalam kelas ia menyalamikudengan kuat seperti pegangan tangan calon mertua yang menerimapinangan. Energi yang berlebihan di tubuhnya serta-merta menjalarpadaku laksana tersengat listrik. Ia berbicara tak henti-henti penuhminat dengan dialek Belitong yang lucu, tipikal orang Belitongpelosok. Bola matanya bergerak-gerak cepat dan menyala-nyala. Iaseperti pilea8, bunga meriam itu, yang jika butiran air jatuh di atasdaunnya, ia melontarkan tepung sari, semarak, spontan, mekar, danpenuh daya hidup. Di dekatnya, aku merasa seperti ditantangmengambil ancang-ancang untuk sprint seratus meter. Sekencangapa engkau berlari? Begitulah makna tatapannya. Aku sendiri masih bingung. Terlalu banyak perasaan untukditanggung seorang anak kecil dalam waktu demikian singkat. Ce-mas, senang, gugup, malu, teman baru, guru baru... semuanya ber-7 Nipah Nipa fruticans palem yang tumbuh merumpun dan subur di rawa-rawadaerah tropis, tingginya mencapai 8 meter, daunnya digunakan untuk bahan atap,tikar, keranjang, topi, dan payung. Nira dari sadapan perbungaannya digunakanuntuk pembuatan gula dan Pilea/bunga meriam Pilea microphylla atau artillery plant tanaman ini berbentukmenyerupai pakis, dengan daun-daun hijau yang mungil. Daunnya mengandungtepung sari yang pada musim kemarau akan menebal dan jika terkena percikan air,tepung sari tersebut akan terlontar, atau seperti meledak sehingga disebut aduk. Ditambah lagi satu perasaan ngilu karena sepasang se-patu baru yang dibelikan ibuku. Sepatu ini selalu kusembunyikan kebelakang. Aku selalu menekuk lututku karena warna sepatu itu hi-tam bergaris-garis putih maka ia tampak seperti sepatu sepak bola,jelek sekali. Bahannya pun dari plastik yang keras. Abang-abangkusakit perut menahan tawa melihat sepatu itu waktu kami sarapanpagi tadi. Tapi pandangan ayahku menyuruh mereka bungkam,membuat perut mereka kaku. Kakiku sakit dan hatiku malu dibuatsepatu ini. Sementara itu, kepala Lintang terus berputar-putar seperti bu-rung hantu. Baginya, penggaris kayu satu meter, vas bunga tanah liathasil prakarya anak kelas enam di atas meja Bu Mus, papan tulislusuh, dan kapur tumpul yang berserakan di atas lantai kelas yangsebagian telah menjadi tanah, adalah benda-benda yang menakjub-kan. Kemudian kulihat lagi pria cemara angin itu. Melihat anaknyademikian bergairah ia tersenyum getir. Aku mengerti bahwa pirayang tak tahu tanggal dan bulan kelahirannya itu gamang mem-bayangkan kehancuran hati anaknya jika sampai drop out saat kelasdua atau tiga SMP nanti karena alasan klasik biaya atau tuntutannafkah. Bagi beliau pendidikan adalah enigma, sebuah misteri. Dariempat garis generasi yang diingatnya, baru Lintang yang kelima sebelumnya adalah masa antediluvium9, suatu masayang amat lampau ketika orang-orang Melayu masih berkelanasebagai nomad. Mereka berpakaian kulit kayu dan Antediluvium masa sebelum diluvium zaman pleistosen. 13Andrea Hirata Ꮨ UMUMNYA Bu Mus mengelompokkan tempat duduk kamiberdasarkan kemiripan. Aku dan Lintang sebangku karena kamisama-sama berambut ikal. Trapani duduk dengan Mahar karenamereka berdua paling tampan. Penampilan mereka seperti para pe-lantun irama semenanjung idola orang Melayu pedalaman. Trapanitak tertarik dengan kelas, ia mencuri-curi pandang ke jendela, meli-rik kepala ibunya yang muncul sekali-sekali di antara kepala orang-tua lainnya. Tapi Borek bacanya Bore’, “e”-nya itu seperti membaca elang,bukan seperti menyebut “e” pada kata edan, dan “k”-nya itu bukan“k” penuh, Anda tentu paham maksud saya dan Kucai didudukkanberdua bukan karena mereka mirip tapi karena sama-sama susah di-atur. Baru beberapa saat di kelas Borek sudah mencoreng muka Ku-cai dengan penghapus papan tulis. Tingkah ini diikuti Sahara yangsengaja menumpahkan air minum A Kiong sehingga anak Hokianitu menangis sejadi-jadinya seperti orang ketakutan dipeluk Sahara Aulia Fadillah binti Muslim Ramdhani Fadillah,gadis kecil berkerudung itu, memang keras kepala luar biasa. Kejadi-an itu menandai perseteruan mereka yang akan berlangsung akutbertahun-tahun. Tangisan A Kiong nyaris merusak acara perkenalanyang menyenangkan pagi itu. Sebaliknya, bagiku pagi itu adalah pagi yang tak terlupakansampai puluhan tahun mendatang karena pagi itu aku melihat Lin-tang dengan canggung menggenggam sebuah pensil besar yang be-lum diserut seperti memegang sebilah belati. Ayahnya pasti telah ke-liru membeli pensil karena pensil itu memiliki warna yang berbeda14Antediluviumdi kedua ujungnya. Salah satu ujungnya berwarna merah dan ujunglainnya biru. Bukankah pensil semacam itu dipakai para tukang jahituntuk menggaris kain? Atau para tukang sol sepatu untuk membuatgaris pola pada permukaan kulit? Sama sekali bukan untuk menulis. Buku yang dibeli juga keliru. Buku bersampul biru tua itu ber-garis tiga. Bukankah buku semacam itu baru akan kami pakai nantisaat kelas dua untuk pelajaran menulis rangkai indah? Hal yang takakan pernah kulupakan adalah bahwa pagi itu aku menyaksikan se-orang anak pesisir melarat—teman sebangku—untuk pertama kali-nya memegang pensil dan buku, dan kemudian pada tahun-tahunberikutnya, setiap apa pun yang ditulisnya merupakan buah pikiranyang gilang gemilang, karena nanti ia—seorang anak miskin pe-sisir—akan menerangi nebula10 yang melingkupi sekolah miskin inisebab ia akan berkembang menjadi manusia paling genius yang per-nah kujumpai seumur hidupku. ሖሗመ10 Sekelompok bintang di langit yang tampak sebagai kabut atau gas pijar berbahaya. 15Bab 3InisiasiTAK susah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami adalahsalah satu dari ratusan atau mungkin ribuan sekolah miskin di sean-tero negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh kambing yangsenewen ingin kawin, bisa rubuh berantakan. Kami memiliki enam kelas kecil-kecil, pagi untuk SD Muham-madiyah dan sore untuk SMP Muhammadiyah. Maka kami, sepuluhsiswa baru ini bercokol selama sembilan tahun di sekolah yang samadan kelas-kelas yang sama, bahkan susunan kawan sebangku pun takberubah selama sembilan tahun SD dan SMP itu. Kami kekurangan guru dan sebagian besar siswa SD Muham-madiyah ke sekolah memakai sandal. Kami bahkan tak punya sera-gam. Kami juga tak punya kotak P3K. Jika kami sakit, sakit apa pundiare, bengkak, batuk, flu, atau gatal-gatal maka guru kami akanmemberikan sebuah pil berwarna putih, berukuran besar bulatseperti kancing jas hujan, yang rasanya sangat pahit. Jika diminumAndrea Hiratakita bisa merasa kenyang. Pada pil itu ada tulisan besar APC. Itulahpil APC yang legendaris di kalangan rakyat pinggiran Belitong. Obatajaib yang bisa menyembuhkan segala rupa penyakit. Sekolah Muhammadiyah tak pernah dikunjungi pejabat, penjualkaligrafi, pengawas sekolah, apalagi anggota dewan. Yang rutinberkunjung hanyalah seorang pria yang berpakaian seperti ninja. Dipunggungnya tergantung sebuah tabung aluminium besar denganslang yang menjalar ke sana kemari. Ia seperti akan berangkat kebulan. Pria ini adalah utusan dari dinas kesehatan yang menyemprotsarang nyamuk dengan DDT. Ketika asap putih tebal mengepulseperti kebakaran hebat, kami pun bersorak-sorak kegirangan. Sekolah kami tidak dijaga karena tidak ada benda berharga yanglayak dicuri. Satu-satunya benda yang menandakan bangunan itusekolah adalah sebatang tiang bendera dari bambu kuning dan se-buah papan tulis hijau yang tergantung miring di dekat kami adalah besi bulat berlubang-lubang bekas tungku. Dipapan tulis itu terpampang gambar matahari dengan garis-garissinar berwarna putih. Di tengahnya tertulis SD MD Sekolah Dasar Muhammadiyah Lalu persis di bawah matahari tadi tertera huruf-huruf arabgundul yang nanti setelah kelas dua, setelah aku pandai membacahuruf arab, aku tahu bahwa tulisan itu berbunyi amar makruf nahimungkar artinya menyuruh kepada yang makruf dan mencegahdari yang mungkar”. Itulah pedoman utama warga itu melekat dalam kalbu kami sampai dewasa nanti. Kata-18Inisiasikata yang begitu kami kenal seperti kami mengenal bau alami ibu-ibu kami. Jika dilihat dari jauh sekolah kami seolah akan tumpah karenatiang-tiang kayu yang tua sudah tak tegak menahan atap sirap1 yangberat. Maka sekolah kami sangat mirip gudang kopra. Konstruksibangunan yang menyalahi prinsip arsitektur ini menyebabkan takada daun pintu dan jendela yang bisa dikunci karena sudah tidaksimetris dengan rangka kusennya. Tapi buat apa pula dikunci? Di dalam kelas kami tidak terdapat tempelan poster operasikali-kalian seperti umumnya terdapat di kelas-kelas sekolah juga tidak memiliki kalender dan tak ada gambar presiden danwakilnya, atau gambar seekor burung aneh berekor delapan helaiyang selalu menoleh ke kanan itu. Satu-satunya tempelan di sanaadalah sebuah poster, persis di belakang meja Bu Mus untuk menu-tupi lubang besar di dinding papan. Poster itu memperlihatkan gam-bar seorang pria berjenggot lebat, memakai jubah, dan ia memegangsebuah gitar penuh gaya. Matanya sayu tapi meradang, seperti telahmengalami cobaan hidup yang mahadahsyat. Dan agaknya ia me-mang telah bertekad bulat melawan segala bentuk kemaksiatan dimuka bumi. Di dalam gambar tersebut sang pria tadi melongok kelangit dan banyak sekali uang-uang kertas serta logam berjatuhanmenimpa wajahnya. Di bagian bawah poster itu terdapat dua baris1 Atap sirap atap yang dibuat dari kayu ulin Eusideroxylon zwageri, sebagian orangmenyebutnya kayu besi atau kayu belian. Ulin sirap secara alamiah berupa pohonyang batangnya seperti berlapis-lapis sehingga begitu dibelah langsung ratamenyerupai tripleks atau papan tipis. Langkah selanjutnya tinggal memotong-motongulin sirap sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan siap digunakan untuk ataprumah. Kayu ulin sirap yang berusia tua sudah semakin sulit diperoleh karenapenebangan hutan yang tidak terkendali. Sekarang ini penggunaan atap sirap sudahsemakin langka, namun masih bisa dilihat misalnya gedung asli ITB di Bandung. 19Andrea Hiratakalimat yang tak kupahami. Tapi nanti setelah naik ke kelas dua dansudah pintar membaca, aku mengerti bunyi kedua kalimat itu ada-lah RHOMA IRAMA, HUJAN DUIT! Maka pada intinya tak ada yang baru dalam pembicaraan ten-tang sekolah yang atapnya bocor, berdinding papan, berlantai tanah,atau yang kalau malam dipakai untuk menyimpan ternak, semua itutelah dialami oleh sekolah kami. Lebih menarik membicarakan ten-tang orang-orang seperti apa yang rela menghabiskan hidupnya ver-tahan di sekolah semacam ini. Orang-orang itu tentu saja kepala se-kolah kami Pak Harfan Efendy Noor bin Fadillah ZeinNoor dan Ibu Muslimah Hafsari Hamid binti Abdul Ha-mid. Pak Harfan, seperti halnya sekolah ini, tak susah tebal, cabangnya tersambung pada jenggot lebat berwarnakecokelatan yang kusam dan beruban. Hemat kata, wajahnya miripTom Hanks, tapi hanya Tom Hanks di dalam film di mana iaterdampar di sebuah pulau sepi, tujuh belas bulan tidak pernah ber-temu manusia dan mulai berbicara dengan sebuah bola voli. Jika kitabertanya tentang jenggotnya yang awut-awtuan, beliau tidak akanrepot-repot berdalih tapi segera menyodorkan sebuah buku karyaMaulana Muhammad Zakariyya Al Kandhallawi Rah, yang ber-judul Keutamaan Memelihara Jenggot. Cukup membaca pengantar-nya saja Anda akan merasa malu sudah bertanya. pada nama depan Pak Harfan berarti Ki Agus. Gelar dalam garis laki-laki silsilah Kerajaan Belitong. Selama pu-luhan tahun keluarga besar yang amat bersahaja ini berdiri pada gar-da depan pendidikan di sana. Pak Harfan telah puluhan tahunmengabdi di sekolah Muhammadiyah nyaris tanpa imbalan apa pun20Inisiasidemi motif syiar Islam. Beliau menghidupi keluarga dari sebidangkebun palawija di pekarangan rumahnya. Hari ini Pak Harfan mengenakan baju takwa yang dulu pastiberwarna hijau tapi kini warnanya pudar menjadi putih. Bekas-bekas warna hijau masih kelihatan di baju itu. Kaus dalamnya ver-lubang di beberapa bagian dan beliau mengenakan celana panjangyang lusuh karena terlalu sering dicuci. Seutas ikat pinggang plastikmurahan bermotif ketupat melilit tubuhnya. Lubang ikat pinggangitu banyak berderet-deret, mungkin telah dipakai sejak beliau ver-usia belasan. Karena penampilan Pak Harfan agak seperti beruang madumaka ketika pertama kali melihatnya kami merasa takut. Anak kecilyang tak kuat mental bisa-bisa langsung terkena sawan. Namun,ketika beliau angkat bicara, tak dinyana, meluncurlah mutiara-mutiara nan puitis sebagai prolog penerimaan selamat datang penuhatmosfer sukacita di sekolahnya yang sederhana. Kemudian dalamwaktu yang amat singkat beliau telah merebut hati kami. Bapak yangjahitan kerah kemejanya telah lepas itu bercerita tentang perahuNabi Nuh serta pasangan-pasangan binatang yang selamat daribanjir bandang. “Mereka yang ingkar telah diingatkan bahwa air bah akandatang...,” demikian ceritanya dengan wajah penuh penghayatan. “Namun, kesombongan membutakan mata dan menulikan teli-nga mereka, hingga mereka musnah dilamun ombak...” Sebuah kisah yang sangat mengesankan. Pelajaran moral per-tama bagiku jika tak rajin shalat maka pandai-pandailah berenang. 21Andrea Hirata Cerita selanjutnya sangat memukau. Sebuah cerita peperanganbesar zaman Rasulullah di mana kekuatan dibentuk oleh iman bu-kan oleh jumlah tentara perang Badar! Tiga ratus tiga belas tentaraIslam mengalahkan ribuan tentara Quraisy yang kalap dan bersen-jata lengkap. “Ketahuilah wahai keluarga Ghudar, berangkatlah kalian ketempat-tempat kematian kalian dalam masa tiga hari!” DemikianPak Harfan berteriak lantang sambil menatap langit melalui jendelakelas kami. Beliau memekikkan firasat mimpi seorang pendudukMekkah, firasat kehancuran Quraisy dalam kehebatan perang Badar. Mendengar teriakan itu rasanya aku ingin melonjak dari tempatduduk. Kami ternganga karena suara Pak Harfan yang beratmenggetarkan benang-benang halus dalam kalbu kami. Kami me-nanti liku demi liku cerita dalam detik-detik menegangkan dengandada berkobar-kobar ingin membela perjuangan para penegakIslam. Lalu Pak Harfan mendinginkan suasana yang berkisahtentang penderitaan dan tekanan yang dialami seorang pria bernamaZubair bin Awam. Dulu nun di tahun 1929 tokoh ini bersusahpayah, seperti kesulitan Rasulullah ketika pertama tiba di Madinah,mendirikan sekolah dari jerjak kayu bulat seperti kandang. Itulahsekolah pertama di Belitong. Kemudian muncul para tokoh Abdul Hamid dan Ibrahim bin Zaidin yang berkorban habis-habisan melanjutkan sekolah kandang itu menjadi sekolah Muham-madiyah. Sekolah ini adalah sekolah Islam pertama di Belitong, bah-kan mungkin di Sumatra Selatan. Pak Harfan menceritakan semua itu dengan semangat perangbadar sekaligus setenang embusan angin pagi. Kami terpesona padasetiap pilihan kata dan gerak lakunya yang memikat. Ada semacam22Inisiasipengaruh yang lembut dan baik terpancar darinya. Ia mengesankansebagai pria yang kenyang akan pahit getir perjuangan dan kesusah-an hidup, berpengetahuan seluas samudra, bijak, berani mengambilrisiko, dan menikmati daya tarik dalam mencari-cari bagaimana ca-ra menjelaskan sesuatu agar setiap orang mengerti. Pak Harfan tampak amat bahagia menghadapi murid, tipikal“guru” yang sesungguhnya, seperti dalam lingua asalnya, India, yaituorang yang tak hanya mentransfer sebuah pelajaran, tapi juga yangsecara pribadi menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi mu-ridnya. Beliau sering menaikturunkan intonasi, menekan keduaujung meja sambil mempertegas kata-kata tertentu, dan mengangkatkedua tangannya laksana orang berdoa minta hujan. Ketika mengajukan pertanyaan beliau berlari-lari kecil men-dekati kami, menatap kami penuh arti dengan pandangan mata-nyayang teduh seolah kami adalah anak-anak Melayu yang paling ber-harga. Lalu membisikkan sesuatu di telinga kami, menyitir denganlancar ayat-ayat suci, menantang pengetahuan kami, ber-pantun,membelai hati kami dengan wawasan ilmu, lalu diam, diam berpikirseperti kekasih merindu, indah sekali. Beliau menorehkan benang merah kebenaran hidup yangsederhana melalui kata-katanya yang ringan namun bertenagaseumpama titik-titik air hujan. Beliau mengobarkan semangat kamiutnuk belajar dan membuat kami tercengang dengan petuahnyatentang keberanian pantang menyerah melawan kesulitan apa Harfan memberi kami pelajaran pertama tentang keteguhanpendirian, tentang ketekunan, tentang keinginan kuat untukmencapai cita-cita. Beliau meyakinkan kami bahwa hidup bisademikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan 23Andrea Hiratakeikhlasan berkorban untuk sesama. Lalu beliau menyampaikansebuah prinsip yang diam-diam menyelinap jauh ke dalam dadakuserta memberi arah bagiku hingga dewasa, yaitu bahwa hiduplahuntuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerimasebanyak-banyaknya. Kami tak berkedip menatap sang juru kisah yang ulung ini. Priaini buruk rupa dan buruk pula setiap apa yang disandangnya, tapipemikirannya jernih dan kata-katanya bercahaya. Jika ia mengucap-kan sesuatu kami pun terpaku menyimaknya dan tak sabar me-nunggu untaian kata berikutnya. Tiba-tiba aku merasa sangat ver-untung didaftarkan orangtuaku di sekolah miskin merasa telah terselamatkan karena orangtuaku memilih sebuahsekolah Islam sebagai pendidikan paling dasar bagiku. Aku merasaamat beruntung berada di sini, di tengah orang-orang yang luarbiasa ini. Ada keindahan di sekolah Islam melarat ini. Keindahanyang tak kan kutukar dengan seribu kemewahan sekolah lain. Setiap kali Pak Harfan ingin menguji apa yang telah dicerita-kannya kami berebutan mengangkat tangan, bahkan kami meng-acung meskipun beliau tak bertanya, dan kami mengacung walau-pun kami tak pasti akan jawaban. Sayangnya bapak yang penuh dayatarik ini harus mohon diri. Satu jam dengannya terasa hanya satumenit. Kami mengikuti setiap inci langkahnya ketika meninggalkankelas. Pandangan kami melekat tak lepas-lepas darinya karena kamitelah jatuh cinta padanya. Beliau telah membuat kami menyayangisekolah tua ini. Kuliah umum dari Pak Harfan di hari pertama kamimasuk SD Muhammadiyah langsung menancapkan tekad dalam hatikami untuk membela sekolah yang hampir rubuh ini, apa pun Kelas diambil alih oleh Bu Mus. Acaranya adalah perkenalandan akhirnya tibalah giliran A Kiong. Tangisnya sudah reda tapi iamasih terisak. Ketika diminta ke depan kelas ia senang bukan di sela-sela isaknya ia tersenyum. Ia menggoyang-goyang-kan tubuhnya. Tangan kirinya memegang botol air yang kosong—karena isinya tadi ditumpahkan Sahara—dan tangan kanannyamenggenggam kuat tutup botol itu. “Silahkan ananda perkenalkan nama dan alamat rumah 
,”pinta Bu Mus lembut pada anak Hokian itu. A Kiong menatap Bu Mus dengan ragu kemudian ia kembalitersenyum. Bapaknya menyeruak di antara kerumunan orangtualainnya, ingin menyaksikan anaknya beraksi. Namun, meskipunberulang kali ditanya A Kiong tidak menjawab sepatah kata pun. Iaterus tersenyum dan hanya tersenyum saja. “Silakan ananda 
,” Bu Mus meminta sekali lagi dengan sabar. Namun sayang A Kiong hanya menjawabnya dengan kembalitersenyum. Ia berkali-kali melirik bapaknya yang kelihatan taksabar. Aku dapat membaca pikiran ayahnya, “Ayolah anakku, kuat-kan hatimu, sebutkan namamu! Paling tidak sebutkan nama bapak-mu ini, sekali saja! Jangan bikin malu orang Hokian!” Bapak Tiong-hoa berwajah ramah ini dikenal sebagai seorang Tionghoa kebun2,strata ekonomi terendah dalam kelas sosial orang-orang Tionghoa Tionghoa kebun sebuah julukan di masyarakat Melayu untuk orang-orangTionghoa yang tidak berdagang seperti kebanyakan profesi komunitasnya, melainkanberkebun untuk mencari nafkah. Kebanyakan kehidupannya kurang beruntungdibandingkan saudara-saudaranya yang berdagang, sehingga julukan Tionghoakebun identik dengan kemiskinan. 25Andrea Hirata Namun, sampai waktu akan berakhir A Kiong masih tetap sajatersenyum. Bu Mus membujuknya lagi. “Baiklah ini kesempatan terakhir untukmu mengenalkan diri,jika belum bersedia maka harus kembali ke tempat duduk.” A Kiong malah semakin senang. Ia masih sama sekali tak men-jawab. Ia tersenyum lebar, matanya yang sipit menghilang. Pelajaranmoral nomor dua jangan tanyakan nama dan alamat pada orangyang tinggal di kebun. Maka berakhirlah perkenalan di bulanFebruari yang mengesankan itu. ሖሗመ26Bab 4Perempuan-perempuan PerkasaAKU pernah membaca kisah tentang wanita yang membelah batukarang untuk mengalirkan air, wanita yang menenggelamkan diribelasan tahun sendirian di tengah rimba untuk menyelamatkan be-berapa keluarga orang utan, atau wanita yang berani mengambil risi-ko tertular virus ganas demi menyembuhkan penyakit seorang anakyang sama sekali tak dikenalnya nun jauh di Somalia. Di sekolahMuhammadiyah setiap hari aku membaca keberanian berkorban se-macam itu di wajah wanita muda ini. Muslimah Hafsari Hamid binti Abdul Hamid, ataukami memanggilnya Bu Mus, hanya memiliki selembar ijazah SKPSekolah Kepandaian Putri, namun beliau bertekad melanjutkancita-cita ayahnya— Abdul Hamid, pelopor sekolah Muham-madiyah di Belitong—untuk terus mengobarkan pendidikan itu memberinya kesulitan hidup yang tak terkira, karena kamikekurangan guru—lagi pula siapa yang rela diupah beras 15 kilo se-Andrea Hiratatiap bulan? Maka selama enam tahun di SD Muhammadiyah, beliausendiri yang mengajar semua mata pelajaran—mulai dari MenulisIndah, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Ilmu Bumi, sampai Ma-tematika, Geografi, Prakarya, dan Praktik Olahraga. Setelah seharianmengajar, beliau melanjutkan bekerja menerima jahitan sampai jauhmalam untuk mencari nafkah, menopang hidup dirinya dan adik-adiknya. Ꮨ BU MUS adalah seroang guru yang pandai, karismatik, danmemiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabuspelajaran Budi Pekerti dan mengajarkan kepada kami sejak dini pan-dangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, danhak-hak asasi—jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkansoal materialisme versus pembangunan spiritual dalam moral itu menuntun kami membuat kon-struksi imaji-ner nilai-nilai integritas pribadi dalam konteks Islam. Kami diajar-kan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baikkarena kesadaran pribadi. Materi pelajaran Budi Pekerti yang hanyadiajarkan di sekolah Muhammadiyah sama sekali tidak seperti kodeperilaku formal yang ada dalam konteks legalitas institusional seper-ti sapta prasetya atau pedoman-pedoman peng-alaman lainnya. “Shalatlah tepat waktu, biar dapat pahala lebih banyak,” demi-kian Bu Mus selalu menasihati kami. Bukankah ini kata-kata yang diilhami surah An-Nisa dan telahdiucapkan ratusan kali oleh puluhan khatib? Sering kali dianggapsambil lalu saja oleh umat. Tapi jika yang mengucapkannya Bu Muskata-kata itu demikian berbeda, begitu sakti, berdengung-dengung28Perempuan-Perempuan Perkasadi dalam kalbu. Yang terasa kemudian adalah penyesalan mengapatelah terlamabat shalat. Pada kesempatan lain, karena masih kecil tentu saja, kamisering mengeluh mengapa sekolah kami tak seperti sekolah-sekolahlain. Terutama atap sekolah yang bocor dan sangat menyusahkan sa-at musim hujan. Beliau tak menanggapi keluhan itu tapi menge-luarkan sebuah buku berbahasa Belanda dan memperlihatkan se-buah gambar. Gambar itu adalah sebuah ruangan yang sempit, dikelilingi tem-bok tebal yang suram, tinggi, gelap, dan berjeruji. Kesan di dalamnyabegitu pengap, angker, penuh kekerasan dan kesedihan. “Inilah sel Pak Karno di sebuah penjara di Bandung, di sini be-liau menjalani hukuman dan setiap hari belajar, setiap waktu mem-baca buku. Beliau adalah salah satu orang tercerdas yang pernah di-miliki bangsa ini.” Beliau tak melanjutkan ceritanya. Kami tersihir dalam senyap. Mulai saat itu kami tak pernah lagimemprotes keadaan sekolah kami. Pernah suatu ketika hujan turunamat lebat, petir sambar menyambar. Trapani dan Mahar memakaiterindak, topi kerucut dari daun lais1 khas tentara Vietkong, untukmelindungi jambul mereka. Kucai, Borek, dan Sahara memakai jashujan kuning bergambar gerigi metal besar di punggungnya dengantulisan “UPT Bel” Unit Penambangan Timah Belitong—jas hujanjatah PN Timah milik bapaknya. Kami sisanya hampir basah Lais Tandarus furcatus tanaman semacam pandan tapi berduri, anyaman daunnyadigunakan untuk membuat topi kerucut, karung, dan tas. 29Andrea HirataTapi sehari pun kami tak pernah bolos, dan kami tak pernah menge-luh, tidak, sedikit pun kami tak pernah mengeluh. Bagi kami Pak Harfan dan Bu Mus adalah pahlawan tanpa tandajasa yang sesungguhnya. Merekalah mentor, penjaga, sahabat, peng-ajar, dan guru spiritual. Mereka yang pertama menjelaskan secaragamblang implikasi amar makruf nahi mungkar sebagai peganganmoral kami sepanjang hayat. Mereka mengajari kami membuatrumah-rumahan dari perdu apit-apit, mengusap luka-luka di kakikami, membimbing kami cara mengambil wudu, melongok ke da-lam sarung kami ketika kami disunat, mengajari kami doa sebelumtidur, memompa ban sepeda kami, dan kadang-kadang membuat-kan kami air jeruk sambal. Mereka adalah ksatria tampa pamrih, pangeran keikhlasan, dansumur jernih ilmu pengetahuan di ladang yang ditinggalkan. Sum-bangan mereka laksana manfaat yang diberikan pohon filicium yangmenaungi atap kelas kami. Pohon ini meneduhi kami dan dialahsaksi seluruh drama ini. Seperti guru-guru kami, filicium memberinapas kehidupan bagi ribuan organisme dan menjadi tonggakpenting mata rantai ekosistem. ሖሗመ30Bab 5The Tower Of BabelJUMLAH orang Tionghoa di kampung kami sekitar sepertiga daritotal populasi. Ada orang Kek, ada orang Hokian, ada orang Tong-san, dan ada yang tak tahu asal usulnya. Bisa saja mereka yang lebihdulu mendiami pulau ini daripada siapa pun. Aichang1, phok2, kiaw3,dan khaknai4, seluruhnya adalah perangkat penambangan timah pri-mitf yang sekarang dianggap temuan arkeologi, bukti bahwa nenekmoyang mereka telah lama sekali berada di Pulau Belitong. Komu-nitas ini selalu tipikal rendah hati ddan pekerja keras. Meskipunjauh terpisah dari akar budayanya namun mereka senantiasa meme-1 Aichang dahan-dahan, ranting, dan dedaunan yang digunakan untuk menyumbatsela-sela kiaw agar aliran air tidak Phok tanggul air yang dibuat penambang dalam instalasi penambangan Kiaw kayu-kayu bulat sepanjang dua atau tiga meter sebesar lengan laki-lakidewasa yang digunakan untuk membuat Khaknai lumpur yang akan dibuang setelah bijih-bijih timah dipisahkan darilumpur Hiratalihara adat istiadatnya, dan di Belitong mereka beruntung karenamereka tak perlu jauh-jauh datang ke Jinchanying kalau hanya inginmelihat Tembok Besar Cina. Persis bersebelahan dengan toko-toko kelontong milik wargaTionghoa ini berdiri tembok tinggi yang panjang dan di sana sinitergantung papan peringatan “DILARANG MASUK BAGI YANGTIDAK MEMILIKI HAK”. Di atas tembok ini tidak hanya ditancapipecahan-pecahan kaca yang mengancam tapi juga dililitkan empatjalur kawat berduri seperti di kamp Auschwitz. Namun, tidak sepertiTembok Besar Cina yang melindungi berbagai dinasti dari serbuansuku-suku Mongol di utara, di Belitong tembok yang angkuh danberkelak-kelok sepanjang kiloan meter ini adalah pengukuhan sebu-ah dominasi dan perbedaan status sosial. Di balik tembok itu terlindung sebuah kawasan yang disebutGedong, yaitu negeri asing yang jika berada di dalamnya orang akanmerasa tak sedang berada di Belitong. Dan di dalam sana berdirisekolah-sekolah PN. Sekolah PN adalah sebutan untuk sekolah milikPN Perusahaan Negara Timah, sebuah perusahaan yang palingberpengaruh di Belitong, bahkan sebuah hegemoni lebih tepatnya,karena timah adalah denyut nadi pulau kecil itu. Suatu sore seorang gentleman keluar dari balik tembok itu un-tuk berkeliling kampung dengan sebuah Chevrolet Corvette, laluesoknya di depan sebuah majelis ia mencibir. “Tak satu pun kulihat ada anak muda memegang pacul! Takpernah kulihat orang-orang muda demikian malas seperti di sini.” Ha? Apa dia kira kami bangsa petani? Kami adalah buruh-bu-ruh tambang yang bangga, padi tak tumbuh di atas tanah-tanah ka-mi yang kaya material tambang!32The Tower Of Babel Ꮨ LAKSANA the Tower of Babel—yakni Menara Babel, metaforatangga menuju surga yang ditegakkan bangsa babylonia sebagai per-lambang kemakmuran tahun lalu, yang berdiri arogan di anta-ra Sungai Tigris dan Eufrat di tanah yang sekarang disebut Irak—timah di Belitong adalah menara gading kemakmuran berkah Tuhanyang menjalar sepanjang Semenanjung Malaka, tak putus-putus se-perti jalinan urat di punggung tangan. Orang Melayu yang merogohkan tangannya ke dalam lapisandangkal aluvium5, hampir di sembarang tempat, akan mendapati le-ngannya berkilauan karena dilumuri ilmenit6 atau timah dari pesisir, Belitong tampak sebagai garis pantai kuningberkilauan karena bijih-bijih timah dan kuarsa7 yang disirami caha-ya matahari. Pantulan cahaya itu adalah citra yang lebih kemilau da-ri riak-riak gelombang laut dan membentuk semacam fatamorganapelangi sebagai mercusuar yang menuntun para Aluvium lempung, pasir halus, pasir, kerikil, atau butiran lain yang terndapkanoleh air mengalir; zaman geologi yang paling muda dari zaman kuarter atau zamangeologi Ilmenit mineral yang bentuknya persis bijih timah, yaitu berupa pasir, berwarnahitam, tapi sangat ringan, sementara bijih timah amat berat. Berat segenggam timahseperti segenggam besi, sedangkan segenggam ilmenit lebih ringan daripadasegenggam pasir, sehingga ilmenit disebut juga timah kosong. Ilmenit banyak sekaliberada di lapisan aluvium yang dangkal. Sekian lama tak dipedulikan karenadianggap tidak berharga sampai seorang ilmuwan Australia menemukan bahwailmenit merupakan bahan yang nyaris sempurna untuk produk-produk Kuarsa mineral penyusun utama dalam pasir, batuan, dan berbagai mineral, bersifatlebih tembus cahaya ultraungu daripada kaca biasa sehingga banyak digunakandalam alat optika; silika. 33Andrea Hirata Tuhan memberkahi Belitong dengan timah bukan agar kapalyang berlayar ke pulau itu tidak menyimpang ke Laut Cina Selatan,tetapi timah dialirkan-Nya ke sana untuk menjadi mercusuar bagipenduduk pulau itu sendiri. Adakah mereka telah semenamena padarezeki Tuhan sehingga nanti terlunta-lunta seperti di kala Tuhanmenguji bangsa Lemuria8? Kilau itu terus menyala sampai jauh malam. Eksploitasi timahbesar-besaran secara nonstop diterangi ribuan lampu dengan energijutaan kilo watt. Jika disaksikan dari udara di malam hari Pulau Beli-tong tampak seperti familia besar Ctenopore, yakni ubur-ubur yangmemancarkan cahaya terang berwarna biru dalam kegelapan lautsendiri, kecil, bersinar, indah, dan kaya raya. Belitong melayang-la-yang di antara Selat Gaspar dan Karimata bak mutiara dalam tang-kupan kerang. Dan terberkatilah tanah yang dialiri timah karena ia seperti kna-utia9 yang dirubung beragam jenis lebah madu. Timah selalu me-ngikat material ikutan, yakni harta karun tak ternilai yang melimpahruah granit10, zirkonium11, silika12, senotim13, monazite14, ilmenit,8 Bangsa Lemuria seperti Pompeii yang dilanda bencana terus punah, Lemuriadianggap bangsa berbudaya tinggi yang ada di wilayah Samudra Pasifik. Hilangsecara misterius dan sebagian arkeolog menganggap Lemuria hanya Knautia widow flower tanaman ini diyakini hanya hidup di daerah tropis, karenasusah tumbuh jika terlindung dari sinar matahari. Bunganya bertangkai kurus,kelopaknya menyerupai daun-daun kecil dan berwarna merah Granit batuan keras yang berwarna keputih-putihan dan Zirkonium logam tanah langka, berwarna putih perak kristalin atau kelabu amorf,tahan terhadap korosi, lambang kimia Silika mineral terbesar dari pasir dan batu pasir; SiO2; kristal; Senotim berada pada lapisan aluvium, berbentuk butir-butir pasir berwarnakekuning-kuningan dengan kandungan utama fosfat, thorium, dan yttrium. Mineral inijuga mengandung unsur radioaktif, namun masih bisa ditoleransi karena kadarnyasangat Tower Of Babelsiderit15, hematit16, clay, emas, galena17, tembaga, kaolin18, kuarsa,dan topas19... Semuanya berlapis-lapis, meluap-luap, beribu-ribu tondi bawah rumah-rumah panggung kami. Kekayaan ini adalah...bahan dasar kaca berkualitas paling tinggi, bijih besi dan titanium20yang bernas, ...material terbaik untuk superkonduktor, timah ko-song ilmenit yang digunakan laboratorium roket NASA sebagai ma-teri antipanas ekstrem, zirkonium sebagai bahan dasar produk-pro-duk tahan api, emas murni dan timah hitam yang amat mahal, bah-kan kami memiliki sumber tenaga nuklir uranium yang kaya ini sangat kontradiktif dengan kemiskinan turun temu-runpenduduk asli Melayu Belitong yang hidup berserakan di seperti sekawanan tikus yang paceklik di lumbung padi. Belitong dalam batas kuasa eksklusif PN Timah adalah kotapraja Konstantinopel yang makmur. PN adalah penguasa tunggalPulau Belitung yang termasyhur di seluruh negeri sebagai PulauTimah. Nama itu tercetak di setiap buku geografi atau buku Him-punan Pengetahuan Umum pustaka wajib sekolah dasar. PN amatkaya. Ia punya jalan raya, jembatan, pelabuhan, real estate, bendung-14 Monazite fosfat berwarna cokelat kemerahan, mengandung logam bumi yanglangka dan merupakan sumber penting dari thorium, lanthanun, dan cerium. Biasanyaberupa kristal-kristal kecil yang Sinerit mineral besi karbonat alamiah, lazim diperoleh dari Hematit bijih besi yang berwarna merah kehitaman; Fe2O317 Galena mineral yang terdiri atas unsur plumbum Pb dan sulfur S, berbentukseperti bijih timah, berwarna Kaolin tanah liat yang lunak, halus, dan putih, terjadi dari pelapukan batuangranit, dijadikan bahan untuk membuat porselen atau untuk campuran membuat kaintenun kertas, karet, obat-obatan, dan sebagainya; tanah liat Topas batu permata berwarna macam-macam kuning, cokelat, kemerah-merahan,tidak berwarna, dan sebagainya; alumunium silikat dengan berbagai Titanium logam berwarna kelabu tua dan amorf; unsur dengan nomor atom 22,berlambang Ti. Logam ini sangat ringan dan kuat. 35Andrea Hirataan, dok kapal, sarana telekomunikasi, air, listrik, rumah-rumah sa-kit, sarana olahraga—termasuk beberapa padang golf, kelengkapansarana hiburan, dan sekolah-sekolah. PN menjadikan Belitong—sebuah pulau kecil—seumpama desa perusahaan dengan aset triliun-an rupiah. PN merupakan penghasil timah nasional terbesar yang mem-pekerjakan tak kurang dari orang. Ia menyerap hampir selu-ruh angkatan kerja di Belitong dan menghasilkan devisa jutaan do-lar. Lahan eksploiotasinya tak terbatas. Lahan itu disebut kuasa pe-nambangan dan secara ketat dimonopoli. Legitimasi ini diperolehmelalui pembayaran royalti—lebih pas disebut upeti—miliaran rupi-ah kepada pemerintah. PN mengoperasikan 16 unit emmer bageratau kapal keruk yang bergerak lamban, mengorek isi bumi de-ngan150 buah mangkuk-mangkuk baja raksasa, siang malam me-rambahlaut, sungai, dan rawa-rawa, bersuara mengerikan laksana kawanandinosaurus. Di titik tertinggi siklus komidi putar, di masa keemasan itu,penumpangnya mabuk ketinggian dan tertidur nyenyak, melanjut-kan mimpi gelap yang ditiup-tiupkan kolonialis. Sejak zaman pen-jajahan, sebagai platform infrastruktur ekonomi, PN tidak hanyamemonopoli faktor produksi terpenting tapi juga mewarisi mentalbobrok feodalistis a la Belanda. Sementara seperti sering dialamioleh warga pribumi di mana pun yang sumber daya alamnya dieks-ploitasi habis-habisan, sebagaian komunitas di Belitong juga termar-36The Tower Of Babelginalkan dalam ketidakadilan kompensasi tanah ulayah21, persamaankesempatan, dan trickle down effects22. ሖሗመ21 Tanah ulayah tanah hutan yang diwariskan turun-temurun sudah menjadi milikorang/adat tapi belum Trickle down effect teori ekonomi yang menyebutkan bahwa keuntungan finansialdan lainnya yang diterima oleh bisnis besar secara bertahap akan menyebar menjadikeuntungan seluruh masyarakat. 37Bab 6GedongPULAU Belitong yang makmur seperti mengasingkan diri dari ta-nah Sumatra yang membujur dan di sana mengalir kebudayaan Me-layu yang tua. Pada abad ke-19, ketika korporasi secara sistematismengeksploitasi timah, kebudayaan bersahaja itu mulai hidup dalamkarakteristik sosiologi tertentu yang atribut-atributnya mencermin-kan perbedaan sangat mencolok seolah berdasarkan status berkasta-kasta. Kasta majemuk itu tersusun rapi mulai dari para petinggi PNTimah yang disebut “orang staf” atau urang setap dalam dialek lokalsampai pada para tukang pikul pipa di instalasi penambangan sertawarga suku Sawang yang menjadi buruh-buruh yuka1 penjahit ka-rung timah. Salah satu atribut diskriminasi itu adalah sekolah-seko-lah Yuka sebutan untuk pekerjaan terendah, jika di PN Timah pekerjaan itu adalahmenjahit karung timah yang bersifat musiman dan Hirata Maka lahirlah kaum menak, implikasi dari institusi yang inginmemelihara citra aristokrat. PN melimpahi orang staf dengan peng-hasilan dan fasilitas kesehatan, pendidikan, promosi, transportasi,hiburan, dan logistik yang sangat diskriminatif dibanding kompen-sasi yang diberikan kepada mereka yang bukan orang staf. Mereka,kaum borjuis ini, bersemayam di kawasan eksklusif yang disebutGedong. Mereka seperti orang-orang kulit putih di wilayah selatanAmerika pada tahun 70-an. Feodalisme di Belitong adalah sesuatuyang unik, karena ia merupakan konsekuensi dari adanya budayakorporasi, bukan karena tradisi paternalistik dari silsilah, subkultur,atau privilese yang dianugerahkan oleh penguasa seperti biasa terjadidi berbagai tempat lain. Sepadan dengan kebun gantung yang memesona di pelataranmenara Babylonia, sebuah taman kesayangan Tiran NebuchadnezzarIII untuk memuja Dewa Marduk, Gedong adalah landmark terisolasi tembok tinggi berkeliling dengan satu akses keluarmasuk seperti konsep cul de sac2 dalam konsep pemukiman dan desain lanskapnya bergaya sangat kolonial. Orang-orang yang tinggal di dalamnya memiliki nama-nama yang aneh,misalnya Susilo, Cokro, Ivonne, Setiawan, atau Kuntoro, tak adaMuas, Jamali, Sa’indun, Ramli, atau Mahader seperti nama orang-orang Melayu, dan mereka tidak pernah menggunakan bin atau bin-ti. Gedong lebih seperti sebuah kota satelit yang dijaga ketat olehpara Polsus Polisi Khusus Timah. Jika ada yang lancang masukmaka koboi-koboi tengik itu akan menyergap, mengintergoasi, laluinterogasi akan ditutup dengan mengingatkan sang tangkapan pada2 Cul de sac jalan yang tertutup di salah satu ujungnya, biasanya untuk di “DILARANG MASUK BAGI YANG TIDAK MEMILIKIHAK” yang bertaburan secara mencolok pada berbagai akses danfasilitas di sana, sebuah power statement tipikal kompeni. Kawasan warisan Belanda ini menjunjung tinggi kesan menjagajarak, dan kesan itu diperkuat oleh jajaran pohon-pohon saga3 tuayang menjatuhkan butir-butir buah semerah darah di atas kap mo-bil-mobil mahal yang berjejal-jejal sampai keluar garasi. Di sana, ru-mah-rumah mewah besar bergaya Victoria memiliki jendela-jendelakaca lebar dan tinggi dengan tirai yang berlapis-lapis laksana layarbioskop. Rumah-rumah itu ditempatkan pada kontur yang agaktinggi sehingga kelihatan seperti kastil-kastil kaum bangsawan de-ngan halaman terpelihara rapi dan danau-danau buatan. Di dalam-nya hidup tenteram sebuah keluarga kecil dengan dua atau tiga anakyang selalu tampak damai, temaram, dan sejuk. Setiap rumah memiliki empat bangunan terpisah yang disam-bungkan oleh selasar-selasar panjang. Itulah rumah utama sang ma-jikan, rumah bagi para pembantu, garasi, dan gudang-gudang. Sela-sar-selasar itu mengelilingi kolam kecil yang ditumbuhi Nymphaeacaereulea4 atau the blue water lily yang sangat menawan dan di te-ngahnya terdapat patung anak-anak gendut semacam Mannequin3 Saga Adenanthera microsperma ada dua macam saga, yaitu saga pohon dan sagarambat. Saga pohon biasa disebut saga saja, pohonnya bisa tumbuh sangat besarseperti beringin dan berbuah keras, kecil, dan berwarna merah berkelip. Tumbuhanini termasuk suku polong-polongan Papiliocaceae, berdaun majemuk menyirip ganjil,bunganya berwarna Nymphaea caereulea seroja biru; tunjung biru; the blue waterlily; blue lotus; egyptianlotus; Sacred Narcotic Lily of the Nile jenis lotus air berwarna biru nan telah digunakan oleh bangsa Mesir kuno sebagai obat dan pelengkapritual. Bunga yang dikeringkan terkadang diisap seperti rokok untuk menimbulkanefek sedatif ringan. 41